“Oh Ryan. Rambut jigrakmu! Kulit putihmu! Hidung mancungmu! Aduh kamu bikin aku deg-degan. Kamu tampan, jantan, dan meyakinkan,†gumamku dalam hati.
***
Kini aku sedang merenung. Di kamar kost ku. Tepat pukul sepuluh malam. Malam Senin 7 Januari. Membuka diary biruku. Di temani album kenanganku dulu. Baru saja aku selesai salat isya. Telat memang. Seharian habis ngerjain tugas kelompok. Bareng Ryan. Ryan Yuzenho.
***
Aku biasa dipanggil Dwi. D-W-I. Anak kampung. Maklum dari kota kecil di Jawa Tengah. Blora aku kuliah di Bogor. Tempat yang nggak kusangka akan kusinggahi dalam perjalanan hidupku. Tepatnya di IPB. Semester tujuh. Awalnya sih dari saran bapakku. Biar nanti selesai kuliah bisa membangun desaku. Yang notabene daerah pertanian. Juga karena prospeknya bagus (katanya sih). Apalagi pertanian mem-booming saat krisis melanda Indonesia. Beberapa tahun kemarin. Pertengahan 1997.
Meski dengan berat hati akhirnya kuterima juga saran bapakku. Bisa dibilang sayang, bisa juga syukur. Teman-temanku kan pada ngelanjutin ke kota yang dekat-dekat aja. Ke Semarang, Solo, Jogja, dan Magelang. Katanya sih biar bisa sering pulang. Apalagi bagi yang homesick. Ada juga karena ngikut si doi. Biar bisa lebih lengket. Enak ya? Kasihan deh aku? Masih jomblo!
***
Aku kini sedang sendiri. Aku menderita. Kalo masalah duit sih wajar ya. Maklum anak kost. Tapi ini lain. Aku bener-benar menderita. Terutama batinku. Aku sedang terserang penyakit. Penyakit aneh bin ajaib. Penyakit yang tidak tahu apa penyebabnya. Bahkan obatnya pun aku belum tahu. Penyakitku ini sangat berbahaya. Apalagi dalam budaya kita Indonesia. Budaya timur. Nggak sesuai.
Kalo penyakit Aids kan jelas. Penyebabnya virus. Begitu juga dengan penyakit SARS (Severe Accute Respiratory Syndrome) yang lagi marak akhir-akhir ini. Penyakitku ini memang unik. Mungkin banyak juga yang mengalami. Mau kusebut penyakit A. terlalu dini aku mendiagnosanya. Begitupun jika aku menyebut ini penyakit B. Kurang tepat juga.
Gejala penyakitku ini aneh. Selalu deg-degan, terpesona, kagum, and anymore. Susah aku mendaftarnya. Penyakitku ini muncul setiap saat. Entah pagi, siang, sore, maupun malam. Dan juga di mana saja. Di jalan, mall, kampus, toko buku, kost-kostan, dan di kamar saat baca atau lihat-lihat gambar. Bahkan bisa dalam mimpi. Saat penyakit ini muncul badanku tetap sehat, fit, nggak lemas. Dan nggak pusing. Jadi nggak butuh parasetamol. Saat aku terserang aku hanya ingin dekat dengan seseorang.
Tepatnya seorang cowok. Karena sosok cowoklah yang jadi penyebebabnya. Aneh kan? Bin ajaib lagi! Kusebut penyakitku ini “penyakit suka†ama cowok. Aku kagum pada cowok-cowok “gantengâ€, tampan, macho, dan berpenampilan menarik. Penyakitku ini datang sangat cepat. Namun bisa hilang dengan sendirinya. Dan juga bisa muncul setiap saat. Yah, seperti virus. Namun bukan seperti virus HIV, virus influenza, dll. Virus ini nggak ada dalam kamus kedokteran. Nggak teridentifikasi secara ilmiah. Juga nggak punya nama latin. Kusebut virus ganteng. Kusingkat V-G. tapi membacanya Vi-Ji. Biar keren dikit.
***
Yah, udah pukul 23.00. Lanjut aza ya? Seru kan! About Virus Ganteng. Judul yang unik. Seperti nama penyakitnya. Kudapat dari ide seseorang. Ayu Safitri. Temanku yang kini jauh di sana. Di Malang. Semoga sukses. Dan jadi wanita solehah. Amin. Lanjut lagi ya.
***
Sebenarnya wajar. Bukankah Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Di mana dalam proses penciptaan-Nya dilengkapi dengan beragam potensi kehidupan. Termasuk potensi tertarik satu dengan lainnya. Misalnya saja temanku Doni yang suka pada Anisa, teman kuliahnya. Ada juga Joni yang kasmaran pada Indah, teman kuliahnya juga. Kemudian Ita, yang ngefans banget pada Jerry Yan. Bintang serial Meteor Garden yang keren itu.
Tapi aku merasa lain. Makanya kusebut ini penyakit. Kusadari, penyakitku ini sudah lama. Pada diriku maksudku. Namun baru kemarin-kemarin aku merasa aneh dan menyadarinya. Dan kusadari penyakit ini sudah tumbuh sejak kecil.
Sebut saja namanya Agus. Agus Hartono. Temanku SD dulu. Dia paling ganteng di kelas. Dia selalu dijodohin pada teman-temanku yang cantik. Tapi tidak termasuk diriku. Aku kan ganteng. Namun mengapa beberapa kali aku iri dan cemburu. Aku kagum pada dia sejak sering bareng belajar kelompok. Seringkali aku melihat dia mandi di sungai di desaku sehabis belajar kelompok. Waktu itu aku hanya duduk di tepi sungai. Melihat Agus dan kawan-kawan berenang. Sambil menjaga pakaian-pakaian mereka. Tetapi karena kesibukan ebtanas dan akhirnya beda SMP. Penyakitku itu hilang dengan sendirinya.
Di SMP, aku terserang virus ini lagi. Sebut saja namnya Andi. Andi Cahyono. Biasa dipanggil si cakep. Penampilannya selalu rapi. Hidungnya agak mancung. Dan paling kusuka dari dia itu gaya low profile-nya. Virus gantengnya baru aku rasakan di kelas dua. Sejak satu kelas dengan dia. Dan aku duduk sebangku dengan dia. Gara-gara sama-sama nggak ebagian bangku. Dan aku menyerah oleh virus gantengnya. Namun rasa itu agak hilang sejak dia dekat ama temaku. Diah. Diah Rossalia. Bintang pelajar sekolahku. Kemudian kami pisah SMU. Dia melanjutkan keluar kota ikut kakaknya. Sekarang sih sebenarnya masih ingat. Kecakepannya itu lho. Oh my God.
***
Ibarat keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Aku terperangkap. Dan terperangkap lagi. Aku terserang penyakit aneh itu lagi di SMU. Apakah karena ‘daya tahan tubuhku’ yang lemah atau entah karena apa hingga mudah sekali aku terserang virus ganteng. Ada Heri, Henry, Roni. Dan Yudis. Yudisthira Digdaya. Virus gantengnya Yudis yang paling berbahaya. Bagaimana nggak terserang? Kami sama-sama di OSIS. Dia ketua, aku sekretaris. Dia bijaksana dan penuh kharisma. Kami sering bareng dalam kegiatan.
Ada juga virus ganteng lain yang menyerangku. Sebut saja namanya Rio. Mr. Rio tambunan. My English teacher. Dia penuh pesona. Gara-gara dia aku jadi aktif ekskul English Conversation Club (ECC). Pikirku bisa terus ‘menikmati sakitku’. Jadi malu sendiri. Niatan yang nggak bener. Pernah lho aku jadi salah tingkah saat dia menunjukku ikut speeach contest. Dan beliau membimbingku. Jadi dekat deh!
Ada lagi kejadian lucu. Tapi membuatku malu juga. Saat itu ada kakak temanku yang lagi ngambilin raport di sekolah. Dia cool banget. Aku berkenalan dengannya. Berjabat tangan. Dan lama lepasnya. Habis aku jadi terbengong dengan ketampanannya. “Yah, dia memang gagah†pikirku. Macho seperti David Beckham. Bintang sepak bola Inggris, bedanya, rambutnya nggak pirang. Tapi hitam, lurus. Seperti rambut bintang iklan shampo clear.
***
Yah banyak khan? Sebentar. Aku lupa ngasih tahu pesan buat Anton. Teman kostku. Tadi sore ada telpon dari Irma. Katanya ditunggu besok pagi di perpustakaan fakultas. Pukul delapan lagi. Udah. Lanjut lagi ya.
***
Kadang aku berpikir. Mengapa aku selalu masuk ke lingkungan virus ganteng? Mengapa aku nggak kuat menahan virus ganteng itu? Jadinya aku selalu terserang. Habis gimana lagi? Tiap kali aku lepas dari satu virus ganteng muncul lagi virus ganteng yang lain.
Kuakui, aku menikmati juga virus ganteng itu. Namun, seringkali juga aku sedih. Merenungi diri. Mengapa aku seperti ini? Mengapa aku mudah terserang virus ganteng? Aku takut ini diketahui orang lain. Aku juga takut, bagaimana nanti kalau berkeluarga? Harmoniskah aku dengan pasanganku kelak? Bagaimana dengan anak-anakku kelak? Apakah mereka akan seperti aku? Mempunyai penyakit aneh ini. Aku selalu bertanya. Apakah salah diri ini? mengapa? Mengapa? Mengapa? Ya Allah , ampuni hamba-Mu ini.
Sempat juga terpikir olehku apakah ini penyakit keturunan. Tapi dari siapa? Bapakku? Ibuku? Atau kakek dan nenekku? Kami sekeluarga selalu terbuka. Kecuali cerita virus gantengku ini. Aku takut cerita pada mereka. Termasuk kedua orang tuaku. Tempat curahan hatiku selama ini. Aku hanya khawatir. Aku takut mereka marah dan malu. Aku takut disebut aneh. Terus nanti dikucilkan. Ya Allah, Yang Maha Tahu. Apa yang harus hamba lakukan?
Kuamati dan kuselidiki keluargaku. Juga keluarga besar kedua orangtuaku. Hasilnya nol. Mereka normal-normal saja. Dalam arti nggak ada yang terkena virus ini di keluargaku. Hanya aku saja. kakaku sendiri sudah menikah beberapa bulan yang lalu. Dan kini istrinya sudah hamil 8 minggu. Juga adikku, yang lagi terpesona sama Rossa. Teman sekolahnya. Kalau bukan keturunan, terus apa penyebabnya? Pusiing. Ya Allah aku nggak ingin seperti ini. Aku merasa tersiksa.
***
“Dwi…ada telpon,†siapa ya malem-malem gini nelpon? Ternyata Frisqy. Frisqy Lukman Hakim. Teman lamaku. Kami sahabat karib. Sekarang dia kuliah di Semarang. Universitas Diponegoro. Fakultas kedokteran. Biasa, ngirit. Nelpon di atas pukul 23.00 kan ada diskon 75%. Katanya adiknya mau daftar di IPB. Tapi ngomong-ngomong ceritaku tinggal 25% lagi. Lanjut aja ya.
***
Alhamdulillah memang. Aku diterima di IPB. Teman-teman lamaku jadi tahu kalau IPB bukan hanya mencangkul. Awalnya kukira pilih IPB boleh juga. Sekalian sebagai ajang menghindari virus ganteng. Kupikir mungkin hanya di daerahku saja virus ganteng itu ada. Dan kuduga, yang tertarik di bidang Pertanian (IPB) tidak terlalu ganteng-ganteng. Dalam arti tidak banyak virus ganteng di IPB. Masalahnya aku sudah capek menghadapi virus ganteng.
Tapi dugaanku salah. Aku masuk jurusan Sosial Ekonomi. Yang ternyata gudangnya mahasiswa-mahasiswa ganteng, cantik, tajir, dan gaul. Pokoknya semua virus ganteng ada di sini. Banyak sekali virus ganteng yang berkeliaran. Dari yang mancung, bertubuh gempal, fungky, macho. Semua ada di sini. Ya Allah.
Sempet juga terpikir olehku untuk pindah kuliah. Ikut UMPTN lagi pada tahun berikutnya. Alasannya cuma ingin menghindari virus ganteng. Tapi aku nggak cerita alasanku tersebut. Takut. Sayang orang tuaku tidak mengijinkanku. Dari segi jurusan aku sangat cocok. Aku suka ilmu sosial dan ekonomi. Tapi, aku selalu sedih. Aku nggak bisa konsen belajar. Dan selalu kutanyakan dalam diri. Mengapa aku seperti ini? Aku takut dianggap aneh. Dikucilkan.
***
Sebenarnya aku masih sendiri. Jomblo. Tapi bukankah yang terbaik. Dalam kajian kuliah subuh di kampus di bahas tentang pacaran. Dan aku jadi tahu bahwa dalam Islam memang tidak ada yang namanya pacaran. Entah itu apa namanya dan apapun istilahnya termasuk ‘pacaran secara islamiâ€. Sebagai ajang taaruf ataupun alasan lain sebenarnya hanya dijadikan kedok “surat izin pacaran.â€
Dan alhamdulillah dari dulu aku nggak pernah pacaran. Tapi bukan karena adanya larangan pacaran dalam Islam. Sebelumnya aku nggak tahu bahwa pacaran nggak ada dalam Islam. Yang aku takutkan adalah karena virus ganteng itu. Aku takut pacaran karena nggak tertarik pada lawan jenis. Yang cantik-cantik, dan solehah. Tapi aku selalu berdoa. Semoga aku nggak pacaran memang gara-gara adanya larangan dalam Islam. Sehingga saat ini aku masih sendiri. Aku belum siap untuk menikah.
Aku sempat pasrah. Yah, mungkin memang sudah kodrati. Sunatullah. Allah menciptakan wajan-wajah ganteng di mana-mana. Tapi bukankah Allah juga menciptakan pribadi-pribadi cantik. Mengapa aku terkena virus ganteng? Bukan virus cantik! Kusadari kedua virus ini selalu kujumpai. Selalu saja aku terserang. Namun akhirnya aku selalu menyerah oleh virus ganteng. Bukan oleh virus cantik. Aku tak bisa berkutik. Virus ganteng benar-benar dahsyat. Ya Allah, aku takut akan azab-Mu. Seperti pada kaum Nabi Luth. Kaum Sodom.
***
Pernah sih aku terserang virus cantik. Saat itu aku sedang mengisi formulir pendaftaran bea siswa pendidikan dari Jerman. Datanglah pelamar dari fakultas lain. Namanya Ria Safitri. Mahasiswa Kedokteran Hewan. Cantik, anggun dengan balutan jilbab birunya. Berkaca mata. Putih.
Dalam hatiku. Ya…Allah diakah yang Kau kirim untukku? Ya Allah inikah obat virus gantengku. Terus terang baru kali itu aku bener-bener terserang virus cantik. Ya Allah inikah jawaban dari doa-doaku selama ini? Ya Allah aku lelah. Aku ingin terserang virus cantik. Bukan virus ganteng. Aku ingin normal.
Sering kuberpikir. Apa obatnya, ya? Aku benar-benar nggak tahu. Aku bingung. Seandainya ada yang punya obatnya. Berapapun harganya akan aku beli. Betapapun pahitnya obat itu akan aku telan. Berapapun lama aku akan diopname akan kujalani demi mengobati virus ganteng itu. Ya Allah, Engkau Maha Tahu. Engkau Maha Kuasa. Virus ganteng ini pasti ada obatnya. Semoga.
***
Kini aku punya teman kost baru. Jadi teman sekamarku. Maklum aja teman sekamarku yang dulu pindah. Katanya pengen ganti suasana baru. Namanya Ryan. Ryan siapa ya? Aku belum tahu nama lengkapnya. Aku belum ketemu dia. Baru lewat telpon. Tiga hari yang lalu dia ke sini. Tapi, aku sedang kuliah. Dia dari fakultas perikanan.
Aduh udah pukul 2.14. Dini hari. Ngantuk banget. Tapi nanggung. Tinggal dikit lagi. Gimana, ya? Bener-bener ngantuk. Tapi besok harus sudah kukirim ke panitia Lomba. Oke. Lanjut ya. Siapa tahu jadi pemenang.
***
“Assalamualaikum.†Kuterbangun dari tempat tidurku.
“Waalaikum salam?†kubuka pintu kamar kostku. Kulihat Rio. Teman kostku. Dan. Laki-laki itu. Berambut jigrak. Berkulit putih. Berhidung mancung. Yang pernah bikin aku deg-degan.
“Ini dia yang kau tunggu-tunggu. Teman sekamarmu,†Rio mengenalkanku.
“Ryan,†aku kaget dibuatnya. Aku terkagum ketampanannya. “Dwi†buru-buru kubalas jabat tangannya. Ya Allah …mengapa Kau kirimkan virus ganteng ini kepadaku? Ya Allah …aku capek.
0 comments:
Post a Comment